Mengajar Murid Slow-Learner Ala Imam Syafi’i
Orang tua di masa modern saat ini mulai khawatir jika anaknya mengalami progres yang lambat dalam belajar. Ada baiknya orang tua dan tenaga pendidik menahan diri untuk tidak segera menghakimi atau memberikan label kepada anak sebagai “anak bodoh” atau sebutan sejenisnya. Mungkin sudah saatnya kita mempertimbangkan “apakah anak/siswa kita termasuk slow learner?”.
Slow learner atau pembelajar yang lambat
adalah individu yang membutuhkan waktu lebih lama untuk memahami suatu konsep.
Individu dalam hal ini anak atau siswa tetap berkembang sama seperti anak
sebayanya, namun kecepatan untuk memproses informasi yang lebih lambat.
Ciri-Ciri Anak atau Siswa Slow
Learner
Kita perlu memahami ciri-ciri anak
atau siswa slow learner sebagai berikut:
- Cukup
dewasa dalam berhubungan atau berinteraksi dengan orang lain.
- Memiliki
sifat yang emosional, sensitif, dan polos.
- Kemampuan
konsentrasi yang buruk dan rentang perhatian untuk fokus yang pendek.
- Lebih
suka mempelajari sesuatu dengan kecepatan mereka sendiri.
- Membutuhkan
waktu yang lebih lama untuk menguasai suatu kemampuan atau keterampilan.
- Tidak
menunjukkan ketertarikan dengan tujuan yang bersifat jangka panjang.
Anak yang termasuk slow
learner mungkin jauh lebih lambat dalam mencapai hasil yang diharapkan
sesuai dengan usianya. Namun, seiring berjalannya waktu perkembangan mereka
akan seimbang. Selain itu anak slow learner menunjukkan
kemampuan berpikir yang lebih rendah dibandingkan dengan anak-anak seusianya.
Tetapi, mereka dapat mahir dalam melakukan tugas dan keterampilan tertentu.
Dengan dukungan dari orang tua dan guru, seorang anak yang slow learner dapat
menunjukkan peningkatan yang signifikan.
Tips untuk Mengatasi dan Membantu
Anak Slow Learner
Jika anak atau siswa menunjukkan
ciri-ciri slow learner, ada beberapa tips untuk membantu
perkembangan mereka berikut ini:
1. Berikan pujian dan hadiah
Jika anak meraih pencapaian sekecil
apapun, berikanlah pujian kepada anak atas usaha yang ia lakukan untuk meraih
pencapaian tersebut. Anda juga bisa memberikan hadiah jika anak meraih
pencapaian yang sulit.
2. Mengizinkan untuk menggunakan
alat bantu pengingat
Izinkan anak untuk menggunakan alat
bantu pengingat seperti catatan tempel (post-it) di komputer,
kalkulator, dan lain-lainnya.
3. Berkomunikasi secara lisan
Memperbanyak komunikasi secara
lisan kepada anak dapat membantu perkembangan anak slow learner.
Anda dapat memberikan instruksi atau tugas yang mudah dan sesuai dengan
kompetensinya.
4. Ekspektasi yang realistis
Sebagai orang tua tentunya
mengharapkan anak dapat bersinar atau unggul dalam segala hal yang
dilakukannya. Padahal secara manusiawi, hal itu tidak mungkin terjadi. Tidak
ada salahnya berharap, tapi harus cukup realistis.
5. Berkomunikasi dengan guru
Guru atau tenaga pendidik mempunyai
peran yang besar dalam membesarkan anak-anak yang berpikir lambat. berkomunikasi dengan guru agar dapat
menyelaraskan metode belajar di sekolah beserta pengajarannya ke rumah secara
efektif.
Dalam dunia yang saat ini sangat
kompetitif, sekolah memegang peranan yang sangat penting dalam pendidikan anak.
Namun, pengasuhan yang baik dari orang tua juga berperan dalam “mengusir”
pikiran dan tekanan stres dari dunia yang kompetitif.
Jika anak atau siswa menunjukkan
penurunan atau kehilangan minat dalam belajar, maka sebaiknya kita sebagai guru
dan orang tua tidak serta merta mencap atau melabeli anak dengan ucapan yang
buruk. Namun, perlu didekati untuk mengetahui permasalahan apa yang sedang
dialami oleh anak. Karena bisa jadi hilangnya minat anak dalam belajar
disebabkan anak menjadi individu slow learner.
Slow learner atau pembelajar yang lambat
adalah individu yang membutuhkan waktu lebih lama untuk memahami suatu konsep.
Individu dalam hal ini anak atau siswa tetap berkembang sama seperti anak
sebayanya, namun kecepatan untuk memproses informasi yang lebih lambat.
Dengan kata lain, anak atau siswa
yang slow learner memiliki kemampuan kognitif di bawah
rata-rata dan membutuhkan perjuangan yang lebih keras untuk menyamai proses
teman sebayanya dalam kelas reguler.
Kita juga perlu mengetahui beberapa
penyebab mengapa anak menjadi slow learner, antara lain:
1. Masalah kesehatan
Penyebab utama anak menjadi slow
learner adalah adanya masalah kesehatan. Masalah-masalah seperti
memiliki penglihatan yang buruk hingga pernah mengalami cedera otak akan
berpengaruh pada perkembangan dan pertumbuhan anak. Hal ini juga akan
berpengaruh pada rasa kepercayaan diri anak hingga kemampuan untuk berinteraksi
dalam masyarakat yang rendah.
2. Kekerasan di sekolah
Kekerasan di sekolah menjadi
penyebab lain anak menjadi slow learner. Anak yang menjadi korban
kekerasan akan memunculkan hingga mengembangkan rasa benci yang berdampak
secara psikologis dalam kemampuan belajarnya.
Sehingga anak tidak dapat
menunjukkan kemajuan apapun dalam bidang akademisnya. Akibatnya, hal ini
menyebabkan masalah emosional dan meningkatkan sifat agresif, yang berdampak
pula pada kemampuan kognitif anak.
3. Keberpihakan
Tidak menutup kemungkinan bahwa
guru di sekolah menunjukkan keberpihakan kepada siswa tertentu, yang berdampak
pada proses pembelajaran hingga anak membenci guru dan mata pelajarannya.
Hal ini pun juga dapat dilakukan
oleh orang tua, karena bisa jadi perhatian orang tua terpecah dan secara tidak
sengaja dan tidak disadari menunjukkan keberpihakan pada saudaranya yang lain
dibandingkan dia.
4. Terlalu kaku atau kikuk
Orang tua yang terlalu protektif
kepada anak dapat mengurangi kesempatan anak untuk berlatih atau mencoba hal
yang baru, sehingga anak menjadi lebih canggung dibandingkan anak-anak lain
yang seusianya. Sebagai contoh adalah ketika kita memberikan larangan atau
membatasi anak dalam bermain dengan teman-temannya. Anak cenderung tidak bisa
mengikuti permainan dan bisa dikeluarkan dari permainan tersebut.
Akibatnya anak akan menumbuhkan
serta mengembangkan rasa rendah diri dan perlahan-lahan menarik diri dari
teman-temannya.
5. Faktor orang tua
Ketika orang tua memiliki waktu
yang sedikit atau bahkan tidak memiliki waktu luang untuk anak, maka anak akan
merasa tidak aman dan merasa terisolasi atau sendirian. Anak tidak dapat
menceritakan masalah-masalah yang ia hadapi di sekolah. Mereka malah menyimpan
semua masalah-masalah itu di pikiran mereka hingga memunculkan rasa benci
kepada pendidikan dan sekolah.
Orang tua yang tidak tahu apa-apa
tentang pendidikan, bisa jadi tidak peduli dengan pendidikan anak mereka.
Beberapa orang tua juga memaksa anaknya untuk mendapatkan nilai atau prestasi
yang baik di sekolah. Jika tidak dapat mendapatkan hal tersebut, mereka
memukuli anak yang justru memperburuk situasi terhambatnya proses belajar anak
yang mungkin tidak dapat diperbaiki lagi.
Jika anak atau siswa menunjukkan penurunan atau kehilangan minat dalam belajar, maka sebaiknya kita sebagai guru dan orang tua tidak serta merta mencap atau melabeli anak dengan ucapan yang buruk. Namun, perlu didekati untuk mengetahui permasalahan apa yang sedang dialami oleh anak. Karena bisa jadi hilangnya minat anak dalam belajar disebabkan anak menjadi individu slow learner.
Sangat mengesankan pada apa yang ditulis oleh Imam Baihaqi dalam kitab Manaqib Imam Syafii,sebagai guru mengajar salah satu muridnya yang sangat lamban belajar dalam memahami Pelajaran. Sang murid itu Adalah Ar Rabi’bin Sulaiman,murid paling slow learning. Berkali-kali diterangkan oleh guru tak juga faham. Setelah menerangkan Pelajaran, Imam Syafi’I bertanya,
“Rabi’ Sudah faham belum?’
“ Belum faham, “jawab Rabi’.
Dengan kesabaranya, sang guru
mengulang lagi pelajarannya, lalu ditanya Kembali, “sudah faham belum? Belum.
Berulang diterangkan sampai 39x Rabi’ tak juga faham.
Merasa mengecewakan gurunya dan
juga malu,Rabi’ pelan-pelan keluar dari majlis ilmu. Selesai memberi Pelajaran Imam Syafii mencari Rabi’, melihat
muridnya. Imam Syafii berkata, “Rabi’ kemarilah, datanglah ke rumah saya!”.
Sebagai seorang guru, sang Imam
sangat memahami perasaan muridnya, maka beliau mengundang untuk belajar secara
privat. Sang Imam mengajarkan Rabi’ secara privat, dan ditanya Kembali,” Sudah
paham belum? Hasilnya Rabi’ bin Sulaiman tidak juga faham.
Apakah Imam Asy-Syafii berputus
asa? Menghakimi Rabi’ bin Sulaiman sebagai murid bodoh? Sekali-kali
tidak.begitu beliau berkata.
‘Muridku, sebatas inilah
kemampuanku mengajarimu. Jika kau belum faham juga, maka berdoalah kepada Allah
agar berkenan mengucurkan ilmu-Nya untukmu. Saya hanya menyampaikan
ilmu.allh-lah yang memberikan ilmu. Andai ilmu yang aku ajarkan sesendok
makanan, pastilah aku akan menyuapkan kepadamu.”
Tahukah kita? Rabi’ bin Sulaiman
kemudian berkembang menjadi salah satu ulama besar Madzhab Syafii dan termasuk
pewaris hadis yang sangat kredibel dan terpercaya dalam pewarisannya.
Sang slow learning bermetamorfosis
menjadi seorang ulama besar. Inilah buah dari kesabaran Imam Asy Syafii dalam
mengajar dan mendidik.
Ada beberapa poin penting dari
kisah tersebut:
Ø
Kesabaran:
Imam Syafi’I tidak pernah merasa gusar atau marah, meskipun muridnya tidak
cepat faham.beliau tidak pernah mencela atau menganggap muridnya bodoh
Ø
Motivasi dan dukungan: beliau terus menjaelaskan
Pelajaran dan bahkan memasukan nama Rabi’ dalam doanya.
Ø
Mengakui Batasan kemampuan: saat menyadari kemampuannya hanya
sampai di situ, Imam Syafi’i tidak menyerah tetapi mendorong muridnya untuk
berdoa. Beliau berkata, “Tugasku hanya menyampaikan ilm. Hanya Allah yang
memberi ilmu”
Ø
Mengarahkan murinya untuk berdoa memohon pertolongan Allah agara
diberi ilmu dan daya tangkap yang lebih baik
Ø
Mendoakan muridnya: Iman Syafi’I menyelipkan nama Rabi’ dalam doanya,
menunjukan kepedulian dan dukungan spiritual nya.
Hasil dari metode Imam Syafi’i
1.
Ar-Rabi’ menjadi murid yang sangat raji berdoa dan
bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu
2. Ar-Rabi’ akhirnya menjadi salah satu ulama besar dan
perawi hadis yang sangat terpercaya dalam mazhab Syafi’i
3. Beliau bahkan dibercaya untuk membantu Imam Syafi’I
menulis kitab-kitab penting seperti al-Umm dan ar-Risalah
Adakah kita para guru dan orang tua
bisa meneladani kesabaran Imam syafii dalam mengajar? Berapa kuat kita meyakini
bahwa tidak ada anak dan siswa yang bodoh?Sudahkah kita para guru dan orang tua
memotivasi anak murid kita agar gigih berdoa kepada Allah Ta’ala?
Kita sebagai pendidik di era
sekarang ini yang sangat kompleks, bagaimana seorang guru dan siswa berikhtiar
dengan maksimal, lalu bertawakkal sepenuhnya kepada Allah Swt.
Oleh : Mauludiyah, S.Pd I
.png)