Chanel Youtube


Akhlak Anak Zaman Now Yang Menjadi Dilema Bagi Guru

 

        

           Fenomena Siswa yang kurang menghormati gurunya sejak beberapa tahun terakhir membuat resah para guru, masyarakat di lingkungan sekolah maupun para orangtua. Bagaimana tidak, guru yang seharusnya menjadi contoh dan sebagai orangtua di sekolah justru menjadi bahan olok-olok bahkan dimaki-maki oleh siswa.

        Peristiwa seorang siswa yang berani mengucapkan kata-kata tidak pantas kepada gurunya merupakan fenomena gunung es. Bisa jadi masih banyak kasus yang tidak tersorot oleh media.

Dalam hal ini, keluarga menjadi elemen yang bertanggung jawab atas penanaman sikap sopan santun seorang anak. Bagaimana anak menghormati orang yang lebih tua terjadi dalam keluarga, maupun orang yang tak dikenalnya. Ketika keluarga tidak dapat menjalankan karakter luhur dengan baik dalam keluarganya akhirnya anak-anak zaman now akan kehilangan orientasi berbuat luhur.

Timbul pertanyaan bersama mengapa anak-anak berbuat seperti ini ?

Ada beberapa penyebab untuk menjawab pertanyaan tersebut.

Pertama, kurangnya pengetahuan agama Islam dari orang tua. Akibatnya anak-anak hampir tidak bisa membedakan yang boleh dikerjakan dan yang mana yang tidak boleh dilakukan dalam kehidupan sehari-hari.

Kedua, tiada contoh teladan. Banyak peserta didik berbuat seperti itu karena tidak ada yang dapat dijadikan contoh yang baik dalam pergaulan sehari-hari, sehingga cenderung bersikap sesuka hati kepada siapa saja termasuk kurang menghormati guru dan orang tua mereka sendiri.

Ketiga, cenderung meniru sosok yang tidak pantas, Siswa cenderung meniru habis-habisan sosok yang diidolakan seperti bintang film barat, artis top dunia yang suka gonta ganti pasangan yang budayanya sangat bertentangan dengan budaya bangsa kita.

Keempat, suka main game online. Fenomena selama ini di mana-mana siswa lebih banyak memegang HP di tangan daripada buku. Padalah mereka tidak menyadari terlalu sering main game HP online bisa berakibat sangat berbahaya bagi perkembangan pola pikir mereka. Mereka lebih terpana, terpesona, tersedot perhatiannya pada game-game baru seperti Mobile Legend, Free Fire, Minecraft, Game Player Unknown's Battlegrounds (PUBG) dan mobile yang lebih menarik dan menantang daripada membahas pelajaran

Bila zaman dulu guru leluasa bisa memukul siswa dengan rotan karena sudah berulang kali diingati tidak didengar. Zaman sekarang dilema bagi guru. Tidak boleh lagi main tangan dan melakukan kekerasan baik verbal maupun fisik karena dianggap melanggar HAM anak. Ujung-ujungnya guru menjadi frustasi. Sebagai guru harga dirinya jatuh di mata murid. Banyak guru akhirnya memilih masa bodoh dan cuek. Mereka hanya berpikir yang penting sudah mengajar, masa bodoh dengan tingkah laku anak.

Menyingkapi problematika di atas tidak ada cara lain selain orang tua harus menanamkan pendidikan karakter pada anak sejak usia dini. Allah swt berfirman: "Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah)." (QS. Luqman: 17). Alquran menjelaskan dengan tegas agar manusia menyerukan dan menegakkan kebenaran dan menjauhkan perbuatan yang munkar

Selanjutnya, orang tua seyogyanya ikut berperan dalam mendidik anak-anak mereka, selain itu harus lebih tegas serta proaktif mengingatkan anaknya agar menghormati dan menghargai guru saat berada di sekolah maupun di luar sekolah. Berikanlah pemahaman dengan perkataan lemah lembut kepada anak bahwa seorang guru memiliki beban berat dalam dunia pendidikan, yakni bagaimana caranya menempa peserta didik menjadi baik dan cerdas.

Jika hanya menyerahkan pendidikan kepada guru saja, sampai kapan pun mental dan karakter si anak tidak akan berubah ke arah yang lebih baik. Jika keikutsertaan orangtua dalam mendidik anak secara tegas, maka mental dan karakter akan tertempa, bahkan menghormati orang lain, khususnya guru sebagai pengganti orang tua selama di sekolah.


Penulis : Didik Anam Subchan, S.Pd I

                (Guru PAI SD al-Kautsar)

Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url