Menghidupkan Keteladanan dalam Pembelajaran PAI: Strategi Guru dalam Membangun Akhlak Siswa Sekolah Dasar di Era Digital
Era digital memberikan
tantangan baru dalam pembentukan karakter peserta didik. Artikel ini menelaah
peran teladan guru Pendidikan Agama Islam (PAI) dalam membangun akhlak
siswa Sekolah Dasar Negeri melalui studi pustaka. Berdasarkan kajian literatur,
guru PAI harus mengadaptasi metode pembelajaran dengan memanfaatkan media
digital secara bijak, sekaligus menampilkan perilaku keteladanan baik secara
daring maupun luring. Strategi yang ditemukan meliputi: pembiasaan nilai-nilai
keagamaan, penggunaan teknologi edukatif untuk nilai moral, dan kolaborasi erat
antara sekolah dan keluarga. Hasil studi menunjukkan bahwa keteladanan guru PAI
tetap menjadi fondasi utama pembentukan akhlak, asalkan dipadukan dengan
inovasi pengajaran dan keterlibatan orang tua. Dengan demikian, guru PAI
bertindak sebagai agen strategis dalam penguatan pendidikan karakter siswa SD
di era digital.
Perkembangan teknologi digital membawa dampak besar bagi siswa generasi sekarang. Generasi Z (lahir 1997–2012) tumbuh dengan kemudahan akses informasi dan keahlian multitasking sejak usia dini. Namun sayangnya, akses tersebut tidak selalu diimbangi dengan kemampuan menyaring informasi bermuatan nilai moral. Dampak negatif media sosial dan konten instan ini mengancam pembentukan akhlak siswa jika tidak diantisipasi. Oleh karena itu, pendidikan karakter menjadi semakin penting, terutama di tingkat Sekolah Dasar (SD) yang menjadi fondasi dasar nilai dan etika anak.
Guru Pendidikan Agama Islam
(PAI) memegang peran kunci dalam pembinaan karakter siswa. Sebagaimana dinyatakan
oleh Wardah dan Khusnia (2025), perilaku keteladanan guru PAI merupakan faktor
yang paling berpengaruh dalam membentuk akhlak peserta didik. Guru PAI
senantiasa menjadi uswatun hasanah (teladan baik) kedua setelah orang
tua. Di era digital ini, guru PAI dituntut untuk menyesuaikan metode pengajaran
dan perilaku modelnya agar tetap relevan. Kasnuri (2025) menjelaskan bahwa guru
PAI perlu memberikan keteladanan secara online maupun offline,
membimbing siswa dalam etika bermedia sosial, serta menggunakan platform
digital sebagai sarana dakwah moral. Dengan demikian, proses pembelajaran PAI
harus di-desain untuk mengatasi tantangan zaman sambil menjaga kesinambungan
nilai akhlak.
Konsep keteladanan (uswatun hasanah) sangat penting dalam pendidikan Islam. Keteladanan guru dalam pendidikan diartikan sebagai contoh perilaku nyata yang amat efektif membentuk akhlak, mental, dan rasa sosial anak. Anak-anak cenderung meniru perilaku, ucapan, dan sikap yang diamati dari gurunya, sehingga tanpa contoh konkret dari pendidik, pembelajaran akhlak kurang berdampak. Selain itu, faktor lingkungan pun mempengaruhi pendidikan karakter siswa SD. Titik Nurwiati dkk. (2024) menyatakan bahwa pendidikan karakter siswa SD dipengaruhi oleh tiga lingkungan utama: keluarga, sekolah, dan masyarakat. Oleh karena itu, kolaborasi antara guru, orang tua, dan masyarakat sangat penting untuk membentuk karakter islami generasi muda.
Lebih lanjut, ciri-ciri
era digital mengharuskan guru PAI memahami karakter generasi Z. Generasi ini
lahir dan berkembang dengan akses teknologi, sehingga metode pembelajaran PAI
harus bersifat kontekstual dengan memanfaatkan teknologi. Metode pembelajaran
abad ke-21 yang memanfaatkan media digital dapat memperkuat pendidikan karakter
siswa. Pengintegrasian media seperti video, permainan edukatif, dan aplikasi
mobile berbasis ajaran agama dapat memudahkan pemahaman nilai-nilai moral. Dengan
landasan tersebut, kajian pustaka ini mengeksplorasi strategi keteladanan guru
PAI yang efektif di sekolah dasar di era digital.
Berdasarkan kajian literatur, ditemukan beberapa strategi utama guru PAI dalam membangun akhlak siswa di era digital. Strategi-strategi tersebut dapat dikategorikan sebagai berikut:
- Keteladanan
langsung (uswatun hasanah): Strategi utama yang konsisten
muncul adalah guru sebagai teladan. Guru tidak hanya menyampaikan teori
akhlak secara verbal, tetapi menunjukkan perilaku sesuai ajaran agama
dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai contoh, guru memberikan contoh sopan
santun dan etika berbusana yang baik kepada siswa. Pembelajaran berbasis
teladan seperti ini terbukti lebih efektif karena anak-anak cenderung
meniru tingkah laku positif yang dilihatnya. Dengan keteladanan nyata,
guru PAI membentuk sikap disiplin, jujur, dan tanggung jawab pada siswa.
- Integrasi
media digital secara bijak: Di era digital, guru PAI memanfaatkan teknologi
sebagai sarana pembelajaran karakter. Penggunaan media pembelajaran
seperti video religius, permainan edukatif, atau aplikasi mobile berbasis
ajaran Islam dapat menyampaikan nilai moral secara lebih menarik dan
kontekstual. Misalnya, guru dapat memutar video kisah teladan nabi atau
menggunakan aplikasi kuis akidah untuk memperkuat pemahaman siswa. Kasnuri
(2025) menekankan perlunya guru memberikan keteladanan baik secara online
maupun offline, serta membimbing siswa dalam etika bermedia sosial. Dengan
cara ini, guru PAI mengubah teknologi menjadi alat dakwah moral, bukan
hanya sarana hiburan.
- Pembiasaan
nilai keagamaan dan karakter: Strategi lain adalah pembentukan kebiasaan
religius di sekolah. Guru PAI merancang rutinitas seperti salat berjamaah,
tilawah Al-Qur’an rutin, atau kegiatan pengajian harian untuk membiasakan
nilai keagamaan sejak dini. Pembiasaan ini memperkuat akhlak karena siswa
secara konsisten menjalankan ibadah dan nilai moral dalam kehidupan
sekolah. Selain itu, sistem penghargaan dan hukuman yang bersifat mendidik
(reward and punishment) diterapkan secara adil untuk menguatkan
nilai kejujuran, disiplin, dan tanggung jawab. Dengan habituasi tersebut,
karakter mulia tertanam lebih kokoh pada diri siswa.
- Kolaborasi
sekolah, keluarga, dan masyarakat: Hasil studi menunjukkan
bahwa keterlibatan orang tua dan lingkungan sangat penting dalam
pembentukan karakter. Guru PAI secara aktif menjalin komunikasi dengan orang
tua untuk memastikan nilai-nilai akhlak yang diajarkan di sekolah
diperkuat di rumah. Misalnya, guru mengundang orang tua dalam seminar
nilai atau mengirim laporan karakter anak, sehingga tercipta keselarasan
pendidikan di rumah dan di sekolah. Kolaborasi ini terbukti efektif karena
sekolah saja tidak cukup; kebutuhan ideal pendidikan karakter terwujud
lewat sinergi ketiga pilar, yaitu sekolah, keluarga, dan masyarakat.
- Pengembangan
kompetensi dan refleksi: Sebagai tambahan, literatur menekankan pentingnya
guru terus meningkatkan kompetensinya menghadapi tantangan digital. Guru
yang melek teknologi mampu menciptakan konten pembelajaran interaktif dan
menjaga relevansi materi akhlak. Selain itu, guru melakukan evaluasi dan
refleksi berkala terhadap efektivitas strategi pembinaan moral. Dengan
begitu, setiap kelemahan dapat diperbaiki, dan pendekatan pembelajaran
karakter dapat disesuaikan dengan kebutuhan siswa yang dinamis.
Keteladanan guru PAI tetap menjadi fondasi utama dalam pembentukan akhlak peserta didik di era digital. Meskipun begitu, guru harus mengembangkan strategi inovatif yang relevan dengan tantangan zaman. Studi pustaka ini menunjukkan bahwa guru PAI perlu memadukan keteladanan nyata dengan pemanfaatan teknologi pendidikan secara bijak. Pembiasaan nilai-nilai agama, baik melalui rutinitas ibadah maupun sistem reward/punishment, memperkuat karakter siswa secara konsisten. Selain itu, kolaborasi antara guru, keluarga, dan masyarakat sangat diperlukan untuk membentuk lingkungan yang kondusif. Dengan penerapan strategi-strategi tersebut, diharapkan peserta didik di SD dapat tumbuh menjadi generasi yang tidak hanya cakap teknologi, tetapi juga kokoh berkarakter dan selaras dengan ajaran Islam. Kebijakan pendidikan perlu mendukung guru PAI dalam mengaktualisasikan peran model teladan di kelas maupun di ranah digital agar pembelajaran karakter di era digital ini semakin optimal.
Oleh : Haryati, S.Ag (Bendahara KKG PAI Kota Malang)
.png)