Chanel Youtube


Menghidupkan Keteladanan dalam Pembelajaran PAI: Strategi Guru dalam Membangun Akhlak Siswa Sekolah Dasar di Era Digital

 


Era digital memberikan tantangan baru dalam pembentukan karakter peserta didik. Artikel ini menelaah peran teladan guru Pendidikan Agama Islam (PAI) dalam membangun akhlak siswa Sekolah Dasar Negeri melalui studi pustaka. Berdasarkan kajian literatur, guru PAI harus mengadaptasi metode pembelajaran dengan memanfaatkan media digital secara bijak, sekaligus menampilkan perilaku keteladanan baik secara daring maupun luring. Strategi yang ditemukan meliputi: pembiasaan nilai-nilai keagamaan, penggunaan teknologi edukatif untuk nilai moral, dan kolaborasi erat antara sekolah dan keluarga. Hasil studi menunjukkan bahwa keteladanan guru PAI tetap menjadi fondasi utama pembentukan akhlak, asalkan dipadukan dengan inovasi pengajaran dan keterlibatan orang tua. Dengan demikian, guru PAI bertindak sebagai agen strategis dalam penguatan pendidikan karakter siswa SD di era digital.


Perkembangan teknologi digital membawa dampak besar bagi siswa generasi sekarang. Generasi Z (lahir 1997–2012) tumbuh dengan kemudahan akses informasi dan keahlian multitasking sejak usia dini. Namun sayangnya, akses tersebut tidak selalu diimbangi dengan kemampuan menyaring informasi bermuatan nilai moral. Dampak negatif media sosial dan konten instan ini mengancam pembentukan akhlak siswa jika tidak diantisipasi. Oleh karena itu, pendidikan karakter menjadi semakin penting, terutama di tingkat Sekolah Dasar (SD) yang menjadi fondasi dasar nilai dan etika anak.


Guru Pendidikan Agama Islam (PAI) memegang peran kunci dalam pembinaan karakter siswa. Sebagaimana dinyatakan oleh Wardah dan Khusnia (2025), perilaku keteladanan guru PAI merupakan faktor yang paling berpengaruh dalam membentuk akhlak peserta didik. Guru PAI senantiasa menjadi uswatun hasanah (teladan baik) kedua setelah orang tua. Di era digital ini, guru PAI dituntut untuk menyesuaikan metode pengajaran dan perilaku modelnya agar tetap relevan. Kasnuri (2025) menjelaskan bahwa guru PAI perlu memberikan keteladanan secara online maupun offline, membimbing siswa dalam etika bermedia sosial, serta menggunakan platform digital sebagai sarana dakwah moral. Dengan demikian, proses pembelajaran PAI harus di-desain untuk mengatasi tantangan zaman sambil menjaga kesinambungan nilai akhlak.


Konsep keteladanan (uswatun hasanah) sangat penting dalam pendidikan Islam. Keteladanan guru dalam pendidikan diartikan sebagai contoh perilaku nyata yang amat efektif membentuk akhlak, mental, dan rasa sosial anak. Anak-anak cenderung meniru perilaku, ucapan, dan sikap yang diamati dari gurunya, sehingga tanpa contoh konkret dari pendidik, pembelajaran akhlak kurang berdampak. Selain itu, faktor lingkungan pun mempengaruhi pendidikan karakter siswa SD. Titik Nurwiati dkk. (2024) menyatakan bahwa pendidikan karakter siswa SD dipengaruhi oleh tiga lingkungan utama: keluarga, sekolah, dan masyarakat. Oleh karena itu, kolaborasi antara guru, orang tua, dan masyarakat sangat penting untuk membentuk karakter islami generasi muda.


Lebih lanjut, ciri-ciri era digital mengharuskan guru PAI memahami karakter generasi Z. Generasi ini lahir dan berkembang dengan akses teknologi, sehingga metode pembelajaran PAI harus bersifat kontekstual dengan memanfaatkan teknologi. Metode pembelajaran abad ke-21 yang memanfaatkan media digital dapat memperkuat pendidikan karakter siswa. Pengintegrasian media seperti video, permainan edukatif, dan aplikasi mobile berbasis ajaran agama dapat memudahkan pemahaman nilai-nilai moral. Dengan landasan tersebut, kajian pustaka ini mengeksplorasi strategi keteladanan guru PAI yang efektif di sekolah dasar di era digital.


Berdasarkan kajian literatur, ditemukan beberapa strategi utama guru PAI dalam membangun akhlak siswa di era digital. Strategi-strategi tersebut dapat dikategorikan sebagai berikut:

  • Keteladanan langsung (uswatun hasanah): Strategi utama yang konsisten muncul adalah guru sebagai teladan. Guru tidak hanya menyampaikan teori akhlak secara verbal, tetapi menunjukkan perilaku sesuai ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai contoh, guru memberikan contoh sopan santun dan etika berbusana yang baik kepada siswa. Pembelajaran berbasis teladan seperti ini terbukti lebih efektif karena anak-anak cenderung meniru tingkah laku positif yang dilihatnya. Dengan keteladanan nyata, guru PAI membentuk sikap disiplin, jujur, dan tanggung jawab pada siswa.
  • Integrasi media digital secara bijak: Di era digital, guru PAI memanfaatkan teknologi sebagai sarana pembelajaran karakter. Penggunaan media pembelajaran seperti video religius, permainan edukatif, atau aplikasi mobile berbasis ajaran Islam dapat menyampaikan nilai moral secara lebih menarik dan kontekstual. Misalnya, guru dapat memutar video kisah teladan nabi atau menggunakan aplikasi kuis akidah untuk memperkuat pemahaman siswa. Kasnuri (2025) menekankan perlunya guru memberikan keteladanan baik secara online maupun offline, serta membimbing siswa dalam etika bermedia sosial. Dengan cara ini, guru PAI mengubah teknologi menjadi alat dakwah moral, bukan hanya sarana hiburan.
  • Pembiasaan nilai keagamaan dan karakter: Strategi lain adalah pembentukan kebiasaan religius di sekolah. Guru PAI merancang rutinitas seperti salat berjamaah, tilawah Al-Qur’an rutin, atau kegiatan pengajian harian untuk membiasakan nilai keagamaan sejak dini. Pembiasaan ini memperkuat akhlak karena siswa secara konsisten menjalankan ibadah dan nilai moral dalam kehidupan sekolah. Selain itu, sistem penghargaan dan hukuman yang bersifat mendidik (reward and punishment) diterapkan secara adil untuk menguatkan nilai kejujuran, disiplin, dan tanggung jawab. Dengan habituasi tersebut, karakter mulia tertanam lebih kokoh pada diri siswa.
  • Kolaborasi sekolah, keluarga, dan masyarakat: Hasil studi menunjukkan bahwa keterlibatan orang tua dan lingkungan sangat penting dalam pembentukan karakter. Guru PAI secara aktif menjalin komunikasi dengan orang tua untuk memastikan nilai-nilai akhlak yang diajarkan di sekolah diperkuat di rumah. Misalnya, guru mengundang orang tua dalam seminar nilai atau mengirim laporan karakter anak, sehingga tercipta keselarasan pendidikan di rumah dan di sekolah. Kolaborasi ini terbukti efektif karena sekolah saja tidak cukup; kebutuhan ideal pendidikan karakter terwujud lewat sinergi ketiga pilar, yaitu sekolah, keluarga, dan masyarakat.
  • Pengembangan kompetensi dan refleksi: Sebagai tambahan, literatur menekankan pentingnya guru terus meningkatkan kompetensinya menghadapi tantangan digital. Guru yang melek teknologi mampu menciptakan konten pembelajaran interaktif dan menjaga relevansi materi akhlak. Selain itu, guru melakukan evaluasi dan refleksi berkala terhadap efektivitas strategi pembinaan moral. Dengan begitu, setiap kelemahan dapat diperbaiki, dan pendekatan pembelajaran karakter dapat disesuaikan dengan kebutuhan siswa yang dinamis.

Keteladanan guru PAI tetap menjadi fondasi utama dalam pembentukan akhlak peserta didik di era digital. Meskipun begitu, guru harus mengembangkan strategi inovatif yang relevan dengan tantangan zaman. Studi pustaka ini menunjukkan bahwa guru PAI perlu memadukan keteladanan nyata dengan pemanfaatan teknologi pendidikan secara bijak. Pembiasaan nilai-nilai agama, baik melalui rutinitas ibadah maupun sistem reward/punishment, memperkuat karakter siswa secara konsisten. Selain itu, kolaborasi antara guru, keluarga, dan masyarakat sangat diperlukan untuk membentuk lingkungan yang kondusif. Dengan penerapan strategi-strategi tersebut, diharapkan peserta didik di SD dapat tumbuh menjadi generasi yang tidak hanya cakap teknologi, tetapi juga kokoh berkarakter dan selaras dengan ajaran Islam. Kebijakan pendidikan perlu mendukung guru PAI dalam mengaktualisasikan peran model teladan di kelas maupun di ranah digital agar pembelajaran karakter di era digital ini semakin optimal.


Oleh : Haryati, S.Ag (Bendahara KKG PAI Kota Malang)

Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url