KHUTBAH IDULADHA : REFLEKSI KEIKHLASAN, PENGORBANAN DAN KEPEDULIAN SOSIAL
![]() |
Gambar by Canva |
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
اللهُ
أَكْبَر، اللهُ أَكْبَر، اللهُ أَكْبَر، اللهُ أَكْبَر، اللهُ أَكْبَر، اللهُ
أَكْبَر، اللهُ أَكْبَر، اللهُ أَكْبَر، اللهُ أَكْبَر.
اللهُ
أَكْبَرُ كَبِيْرًا، وَالحَمْدُ لِلّهِ كَثِيْرًا، وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً
وَأصِيْلاً، لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَر، اللهُ أَكْبَرُ وَلِلَّهِ
اْلحَمْد.
الْحَمْدُ
لِلَّهِ الَّذِيْ أَكْرَمَنَا بِمَوَاسِمِ الْخَيْرَات، وَشَرَعَ لَنَا أَنْوَاعَ
الطَّاعَاتِ وَالْقُرُبَات، وَأَمَرَنَا أَنْ نَشْكُرَهُ عَلَى مَا فَضَّلَنَا
بِهِ مِنْ أَلْوَانِ النِّعَمِ وَالْعَطَاءَات.
وَأَشْهَدُ
أَنْ لا إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ، خَالِقُ الْأَرْضِ
وَالسَّمَوَات، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُه، مَنِ
اتَّصَفَ بِأَكْمَلِ الْخِصَالِ وَأَحْمَدِ الصِّفَات.
أَمّا
بَعْدُ؛ فَيَا عِبَادَ اللهِ، أُوصِيكُمْ وَنَفْسِيَ بِتَقْوَى
اللهِ، يَقُولُ اللهُ تَبارَكَ وَتَعَالَى فِي كِتابِهِ الْعَزِيزِ: ))يا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ
تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ((
Maasyiral Muslimin Rahimakumullah,
Alhamdulillāh, segala puji
bagi Allah Subḥānahu wa Ta’ālā yang memberikan kita kesempatan merayakan
Idul Adha di tahun ini. Mari kita menyambut dan merayakan hari yang istimewa
ini dengan penuh rasa syukur; bersyukur karena kita masih diberi kesehatan
untuk menjalankan shalat Id dengan aman tanpa ada halangan; bersyukur karena
kita mampu melaksanakan ibadah kurban sebagai wujud ketaatan kepada-Nya; dan
bersyukur karena kita bisa bersama-sama memperbanyak takbir dan doa demi
mendekatkan diri kepada Allah. Semoga Idul Adha tahun ini menjadi hari istimewa
untuk semakin mendekatkan diri kepada Sang Khalik dan bersemangat untuk
beribadah.
Maasyiral Muslimin Rahimakumullah,
Idul Adha bukanlah sekadar
hari raya biasa. Ia mengandung banyak nilai dan spirit yang bisa kita gali dan
menjadi pedoman untuk memperbaiki diri dan meningkatkan keislaman kita. Idul
Adha mengajarkan keikhlasan sejati dalam beribadah tanpa mengharap pujian
manusia. Idul Adha memupuk semangat ketaatan kepada Allah dengan
mempersembahkan sebagian dari harta yang dimiliki dengan menyembelih hewan
kurban. Idul Adha juga mengingatkan kita akan pentingnya solidaritas sosial dan
kepedulian terhadap sesama, terutama kepada mereka yang mendapatkan ujian dari
oleh Allah Ta’ala berupa kekurangan harta. Melalui pembagian daging
kurban, kita diajak untuk merasakan betapa berharganya berbagi dengan fakir
miskin, anak-anak yatim, dan mereka yang kurang beruntung.
Maasyiral Muslimin Rahimakumullah,
Diantara nilai dan spirit yang
bisa digali dari Idul Adha dan ibadah-ibadah yang menyertainya adalah:
Pertama: tauhid dan ketundukan total kepada Allah. Salah satu nilai paling agung yang terkandung
dalam syariat kurban adalah tauhid, yaitu menyerahkan seluruh ibadah hanya
kepada Allah Subhanahu wa Ta‘ala semata, tanpa menyekutukan-Nya dengan
apa pun. Kurban bukanlah sekadar memilih hewan terbaik untuk disembelih,
melainkan manifestasi ketundukan dan penghambaan murni kepada Allah, sebuah
ikrar dalam bentuk perbuatan bahwa hidup dan mati kita hanya untuk-Nya. Allah Subhanahu
wa Ta‘ala berfirman:
قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي
لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ، لَا شَرِيكَ لَهُ ۖ
وَبِذَٰلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا أَوَّلُ الْمُسْلِمِينَ
"Katakanlah (Muhammad): Sesungguhnya
salatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.
Tidak ada sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku, dan
aku adalah orang yang pertama-tama berserah diri."(Q.s. Al-An‘am: 162–163)
Ayat ini menegaskan bahwa
seluruh aspek kehidupan seorang Muslim—baik ibadah ritual seperti shalat dan
penyembelihan, maupun aktifitas lain yang dilakukannya dalam kehidupan
sehari-hari- harus sepenuhnya ditujukan kepada Allah. Asy-Syahid Sayyid Qutb
menjelaskan dalam tafsirnya: "Ini adalah bentuk totalitas penyerahan diri
kepada Allah, dengan setiap bisikan dalam hati dan setiap gerakan yang
dilakukan. Baik melalui shalat dan i‘tikaf, bahkan seluruh hidup hingga mati.
Totalitas penyerahan diri ini meliputi seluruh amalan ibadah ritual, akitifitas
sehari-hari, hingga ajal menjemput dan segal yang menenyertai setelahnya.” (Fi Dhilal al-Qur’an: 3/181)
Dalam konteks Idul Adha,
menyembelih hewan kurban bukan sekedar tradisi tahunan atau pesta penyembelihan
hewan, tetapi merupakan ‘ibadah tauhidiyyah yang melambangkan ketulusan
iman kepada Tuhan yang Maha Esa. Oleh karena itu, Rasulullah menjelaskan bahwa
penyembelihan hewan dengan niat untuk melakukan persembahan hanya boleh
ditujukan kepada Allah. Dan jika dipersembahkan kepada selain Allah, maka
menjadi perbuatan yang dilaknat oleh Allah. Sabda Nabi:
لَعَنَ اللَّهُ مَنْ ذَبَحَ لِغَيْرِ اللَّهِ
"Allah melaknat orang yang menyembelih
(hewan) dan dipersembahkan kepada selain Allah." (H.r. Muslim, no. 1978)
Idul Adha dan syariat kurban
merupakan momentum pembaharuan tauhid dalam diri setiap Muslim. Seperti halnya
Nabi Ibrahim ‘alaihis salam, yang dengan penuh keimanan dan ketundukan
bersedia menyembelih putranya atas perintah Allah, maka umat Islam diajarkan
untuk tunduk sepenuhnya kepada perintah dan larangan-Nya, tanpa ragu dan tanpa
syarat. Ketundukan seperti inilah yang menjadi inti dari agama Islam, sebab
Islam sendiri bermakna 'penyerahan diri secara total kepada Allah'. Dan inilah
hakikat tauhid; yaitu mengikhlaskan setiap amal ibadah kepada Allah, dengan
mengikuti petunjuk-Nya dan menjauhi segala bentuk kesyirikan.
اللهُ أَكْبَر، اللهُ أَكْبَر، وَلِلَّهِ اْلحَمْد.
Maasyiral Muslimin Rahimakumullah,
Yang kedua, Idul Adha mengajarkan keikhlasan dalam beribadah. Ibadah kurban tidak akan diterima oleh Allah Subḥānahu wa Ta‘ālā kecuali jika dilakukan dengan niat yang murni
karena-Nya, bukan karena ingin dilihat dan dipuji orang atau supaya dianggap
sebagai orang saleh atau bahkan sekedar ingin meningkatkan elektabilitas suara.
Kurban tidak seharusnya disalahgunakan untuk mencari kedudukan di mata manusia,
karena kurban adalah ibadah murni yang seharusnya hanya dipersembahkan kepada
Allah.
Oleh karena itu, sebesar
apapun hewan kurban yang disembelih, jika bukan karena Allah maka akan sia-sia.
Sebanyak apapun daging yang dibagikan bila hanya ingin mendapatkan pujian
manusia maka tidak akan ada nilainya di sisi Allah. Daging yang dibagikan tidak
akan sampai kepada Allah, tapi ketakwaan yang melandasi amalan kurban yang akan
dinilai oleh Allah. Allah Subḥānahu wa Ta‘ālā berfirman:
لَن يَنَالَ ٱللَّهَ
لُحُومُهَا وَلَا دِمَاؤُهَا وَلَـٰكِن يَنَالُهُ ٱلتَّقْوَىٰ
مِنكُمْ
“Daging-daging unta dan darahnya itu
sekali-kali tidak dapat mencapai (keridaan) Allah, tetapi ketakwaan dari
kalianlah yang dapat mencapainya.”(Q.s Al-Ḥajj: 37)
Ayat ini menegaskan bahwa
yang sampai kepada Allah dari ibadah kurban bukanlah daging atau darah yang
disembelih, melainkan ketakwaan—yaitu keikhlasan hati dalam beramal, ketaatan
kepada perintah-Nya, dan terbebasnya amalan dari riya’ dan sum’ah. Hal
ini sebagaimana dijelaskan oleh Ibnu Katsir rahimahullah dalam tafsirnya
ketika mengatakan: “Sesungguhnya diwajibkan atas kalian untuk menyembelih al-Hadyu
dan kurban ini agar kalian mengingat Allah pada saat penyembelihannya, karena
Dia-lah Yang Maha Pencipta dan Maha Pemberi rezeki; daging dan darah sembelihan
kurbah sedikitpun tidak sampai kepada Allah, karena sesungguhnya Allah Ta’ālā
tidak butuh kepada apapun.” (Tafsir Ibnu Katsir: 5/378)
Maka jangan sampai niat
berkurban dikotori dengan keinginan-keinginan duniawi. Karena tanpa niat yang
Ikhlas, ibadah sebesar apapun—bahkan jika tampak hebat di mata manusia—akan
menjadi sia-sia di sisi Allah. Rasulullah ﷺ mengingatkan dalam hadisnya:
مَنْ سَمَّعَ سَمَّعَ اللَّهُ بِهِ، وَمَنْ رَاءَى
رَاءَى اللهُ بِهِ
“Barangsiapa beramal agar didengar (dipuji)
manusia, maka Allah akan mempermalukannya. Dan barangsiapa berbuat riya’
(pamer), maka Allah akan menampakkan hakikatnya di hadapan makhluk.” (H.r. Al-Bukhari dan Muslim)
Hadis ini bukan sekadar peringatan,
tetapi realita yang sering terjadi dalam kehidupan nyata. Ada seorang
petani sederhana yang menyisihkan uang tabungannya selama setahun untuk membeli
kambing kurban. Ia melakukannya dengan hati tulus, meski tak ada yang
memujinya. Ia hanya ingin mengabdi kepada Allah dengan melaksanakan
perintah-Nya dan berbagi dengan tetangganya yang miskin. Inilah kurban
yang diterima Allah, sekalipun hewan yang dikurbankan tidak seberapa besar.
Disisi lain, ada politisi atau public figure kaya yang menyembelih
puluhan sapi kurban, tetapi ia sengaja memilih hewan termahal dan mengundang
media agar dipublikasikan. Tujuannya agar disebut dermawan. Amalnya menjadi
sia-sia, karena Allah menolak amal yang dicampur pencitraan. Seorang kakek tua
shalat tahajud di tengah malam, meski tak ada yang melihat. Air matanya
mengalir saat berdoa, karena ia benar-benar merindukan rahmat dan ampunan
Allah. Inilah shalat yang diterima oleh Allah. Di tempat yang lain,
seorang pemuda selalu shalat berjamaah di masjid, dan dengan sengaja memilih
shaf depan hanya agar dilihat gurunya. Ia bahkan sering mengunggah foto
shalatnya di media sosial. Shalatnya tidak bernilai, karena niatnya bukan
untuk Allah.
Demikianlah ibadah kurban
mengajarkan kita keikhlasan. Maka pastikanlah, ketika kita berkurban -atau
melakukan ibadah apapun- hati kita terhubung dengan Allah, sehingga tujuan kita
melakukan ibadah tersebut benar-benar hanya karena Allah. Jangan sampai kita
seperti orang yang membangun istana megah di atas pasir, yang akan runtuh
ketika hujan atau angin kencang menerpanya. Keikhlasanlah yang membuat
amal kita kokoh, baik di dunia maupun akhirat.
Maasyiral Muslimin Rahimakumullah,
Yang ketiga, Idul Adha mengajarkan pengorbanan dan kesabaran. Idul Adha merupakan ibadah yang disyariatkan
kepada umat Islam dengan mengikuti syariat Nabi Ibrahim ‘alaihis salām
yang mengalami peristiwa luar biasa bersama putranya yaitu Nabi Ibrahim ‘alaihis
salām. Keduanya memberikan keteladanan dalam hal pengorbanan dan kesabaran
menghadapi ujian dari Allah. Allah Subḥānahu wa Ta‘ālā berfirman:
فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ ٱلسَّعْيَ
قَالَ يَـٰبُنَىَّ إِنِّي أَرَىٰ فِى ٱلْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرَىٰ ۚ
قَالَ يَـٰٓأَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ ۖ
سَتَجِدُنِىٓ إِن شَآءَ ٱللَّهُ مِنَ ٱلصَّـٰبِرِينَ
"Maka ketika anak itu sampai (pada umur)
sanggup berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: 'Wahai anakku!
Sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah
apa pendapatmu!' Ismail menjawab: 'Wahai ayahku! Laksanakanlah apa yang
diperintahkan (Allah) kepadamu. InsyaAllah engkau akan mendapatiku termasuk
orang-orang yang sabar.'"(Q.s. Aṣ-Ṣāffāt: 102)
Bisa kita bayangkan betapa
beratnya ujian yang dijalani oleh Nabi Ibrahim saat menerima perintah untuk menyembelih
Nabi Ismail. Seorang ayah diperintahkan menyembelih anaknya sendiri, padahal
berpuluh tahun ia merindukan seorang anak, karena istrinya tidak dapat
mengandung. Tentu ini bukanlah ujian yang ringan. Akan tetapi, ternyata sang
anak justru menerima dengan ikhlas dan sabar. Ia menunjukkan pengorbanan
tertinggi dan kesabaran luar biasa. Baik Nabi Ibrahim maupun Nabi Ismail, keduanya
menunjukkan kepada kita bahwa ketaatan kepada Allah tidak selalu mudah.
Ketaatan seringkali membutuhkan pengorbanan besar, baik dengan perasaan, harta,
bahkan dengan jiwa. Tapi di balik pengorbanan itu ada pahala dan cinta Allah
yang besar. Rasulullah ﷺ bersabda:
إِنَّ عِظَمَ الْجَزَاءِ مَعَ عِظَمِ الْبَلَاءِ،
وَإِنَّ اللَّهَ إِذَا أَحَبَّ قَوْمًا ابْتَلَاهُمْ
"Sesungguhnya besarnya pahala itu
sebanding dengan besarnya ujian. Dan sesungguhnya apabila Allah mencintai suatu
kaum, maka Dia akan menguji mereka." (H.r. At-Tirmidzi)
Maka, berkurban tidak hanya
mengenai menyembelih hewan, tapi juga sarana untuk melatih spiritual seorang
Muslim untuk menjadi pribadi yang lebih kuat, sabar, dan siap berkorban untuk
agama. Seorang Muslim sejati harus siap melepaskan sesuatu yang ia cintai jika
itu untuk menaati perintah Allah. Seperti yang dikatakan oleh Imam Ibnul Qayyim:
"Tingkatan cinta tertinggi adalah mengutamakan Yang Dicintai (Allah) atas
segala selain-Nya." (Madarij as-Salikin: 3/22)
اللهُ أَكْبَر، اللهُ أَكْبَر، وَلِلَّهِ اْلحَمْد.
Maasyiral Muslimin Rahimakumullah,
Keempat, Idul Adha mengajarkan kita untuk membangun kepedulian sosial
dan Ukhuwwah Islamiyyah. Ibadah kurban tidak hanya berdimensi ritual,
tetapi juga memiliki dimensi sosial yang sangat dalam. Hewan yang disembelih
bukan untuk dikonsumsi sendiri, melainkan dibagikan kepada kerabat, tetangga,
fakir miskin, dan seluruh lapisan masyarakat. Dalam Alquran, Allah Ta‘ālā
berfirman:
فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْبَائِسَ الْفَقِيرَ
“Maka makanlah sebagian darinya dan berikanlah
kepada orang yang sangat membutuhkan lagi fakir.” (Q.s. Al-Ḥajj: 28)
Dalam ayat lain, Allah juga
menegaskan:
فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْقَانِعَ
وَالْمُعْتَرَّ
“Maka makanlah darinya dan berikanlah kepada
orang yang merasa cukup dengan apa yang dimiliki dan orang yang meminta.” (Q.s. Al-Ḥajj: 36)
Dua ayat ini menegaskan
bahwa kurban adalah bentuk solidaritas, mengajak kita untuk tidak hanya
merasakan nikmat sendiri, tetapi juga membagi kebahagiaan dengan sesama. Hari
raya Idul Adha seharusnya menjadi hari di mana tidak ada kaum muslimin yang
kelaparan atau terabaikan. Bahkan orang yang tidak mampu membeli daging
sepanjang tahun pun, bisa merasakannya karena limpahan keberkahan dari ibadah
kurban. Rasulullah Saw., bersabda:
أَيَّامُ تَشْرِيقٍ أَيَّامُ أَكْلٍ وَشُرْبٍ وَذِكْرٍ
لِلَّهِ
“(Hari-hari tasyriq) adalah hari makan, minum,
dan mengingat Allah.” (H.r. Muslim)
Syariat kurban mengikis
sifat egoisme dan mementingkan diri sendiri. Ia melatih kita untuk berbagi dan
menguatkan ikatan persaudaraan. Dari sinilah ukhuwwah Islamiyyah akan
tumbuh dan menguat. Sebab, umat yang kuat adalah umat yang saling peduli dan
memperhatikan sesama. Dan semangat kurban menanamkan nilai keadilan sosial dan
kasih sayang di tengah masyarakat. Maka, jadikanlah momen Idul Adha ini
sebagai ajang mempererat ukhuwah, menjembatani perbedaan, menguatkan
kebersamaan, serta memperhatikan mereka yang kekurangan. Karena inilah salah
satu wujud nyata keindahan dan keagungan Islam, agama yang tidak hanya mengatur
hubungan dengan Allah, tapi juga mengatur hubungan sesama manusia dengan adil
dan penuh kasih.
Hari raya Idul Adha harus
menumbuhkan lagi semangat untuk menebarkan kebaikan setiap hari; dengan
menebarkan senyuman kepada setiap Muslim, meringankan beban tetangga, dan terus
menjaga tali silaturahmi. Dengan demikian, makna Idul Adha akan benar-benar
melekat dalam keseharian kita, bukan hanya sebagai tradisi tahunan, tetapi
menjadi bagian hidup yang menuntun kita menjadi umat yang lebih baik dan
bermanfaat bagi sesama.
Maasyiral Muslimin Rahimakumullah,
Mari kita tutup khutbah ini
dengan niat dan tekad untuk mengamalkan semua pelajaran yang telah kita bahas,
ketaatan, keikhlasan, pengorbanan, dan kepedulian sosial. Semoga semangat Idul
Adha tidak berhenti hanya di hari ini, tetapi terus menyala dalam setiap
langkah kita -dimulai dari memperbaiki niat, menunaikan kewajiban, hingga
berbagi kebahagiaan kepada saudara-saudara kita yang membutuhkan. Ya Allah,
terimalah ibadah kurban dan segala amalan kami pada hari ini dengan penuh
keridhaan-Mu; jadikanlah kami hamba yang ikhlas, sabar, dan peduli terhadap
sesama. Ampunilah kesalahan kami, kuatkan iman dan takwa kami, serta jadikanlah
ukhuwah di antara kami semakin kokoh. Amin Ya Rabbal Alamin
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ حَمْدَ الشَّاكِرِيْنَ، حَمْدَ النَّاعِمِيْنَ،
حَمْدًا يُّوَافِى نِعَمَهُ وَيُكَافِئُ مَزِيْدَهُ، يَا رَبَّنَا لَكَ اْلحَمْدُ
كَمَا يَنْبَغِيْ لِجَلاَ لِكَ اْلكَرِيْمِ وَعَظِيْمِ سُلْطَانِك.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ
مُحَمَّدٍ كَماَ صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إنَّكَ
حَمِيْدٌ مَـجِيْد، وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الْـخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْن، أَبِيْ
بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِيّ، وَعَنِ الصَّحَابَةِ أَجْمَعَيْن، وَعَنَّا
مَعَهُمْ بِمَنـِّكَ وَكَرِمِكَ يَا أَكْرَمَ الْأَكْرَمِيْن .
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ
وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ، اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ
وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ، وَيَا قَاضِيَ
الْحَاجَاتِ.
اَللَّهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلَامَ وَالْـمُسْلِمِين،
وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَالْـمُشْرِكِيْن، وَدَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْن، وَاجْعَلْ
هَذَا الْبَلَدَ آمِناً مُطْمَئِنّاً وَسَائِرَ بِلَادِ الْـمُسْلِمِيْن،
بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْن
اَللَّهُمَّ فَرِّجْ هَمَّ الْـمَهْمُوْمِين،
وَنَفِّسْ كَرْبَ الْـمَــكْرُوْبِين، وَاقْضِ الدَّيْنَ عَنَ الْـمَدِيْنِيْن،
وَاشْفِ مَرْضَانَا وَمَرْضَى الْـمُسْلِمِين
اللهم
احْمِ الْمُسْلِمِيْنَ فِي الْقُدْسِ وَغَزَّةَ وَفِيْ كُلِّ فِلِسْطِيْن، اللهم كُنْ
لَهُمْ عَوْنًا وَنَصِيْرًا
اللهم
عَلَيْكَ بِالْيَهُوْدِ الظَّالِمِيْن، وَالصَّهَايِنَةِ الْغَاصِبِيْن، اللهم أَحْصِهِمْ
عَدَدًا، وَاقْتُلْهُمْ بَدَدًا، وَلَا تُغَادِرْ مِنْهُمْ أَحَدًا
اللهم
أرِنَا فِيْهِمْ عَجَائِبَ قُدْرَتِك، وَاجْعَلْهُمْ عِبْرَةً لِغَيْرِهِمْ يَا رَبّنَا
اللهم
انْصُرْ إِخْوَانَنَا الْمُسْتَضْعَفِيْنَ فِيْ فِلِسْطِيْن، اللهم فُكَّ قَيْدَ أَسْرَاهُمْ،
وَفَرِّجْ عَنْهُمْ كَرْبَهُمْ، اللهم اشْفِ مَرْضَاهُمْ، وَقَوِّ عَاجِزيْهِمْ،
اللهم أَعِنْهُمْ عَلَى بَلَائِهِمْ، وَهَوِّنْ عَلَيْهِمْ يَا مَوْلَانَا يَا رَبَّ
الْعَالَمِيْن.
اَللَّهُمَّ آمِنَّا فِي أَوْطَانِنَا، وَأَصْلِحْ
أَئْمَّتَنَا وَوُلَاةَ أَمْرِنَا، وَاجْعَلْ وِلَايَتَنَا فِيْمَنْ خَافَكَ
وَاتَّقَاكَ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْن
رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا ذُنُوبَنَا وَإِسْرَافَنَا فِي
أَمْرِنَا، وَثَبِّتْ أَقْدَامَنَا وَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ
اَللَّهُمَّ لاَ تَدَعْ لَنَا ذَنْبًا إِلاَّ
غَفَرْتَه، وَلاَ هَمًّا إِلاَّ فَرَّجْتَه، وَلاَ دَيْنًا إِلاَّ قَضَيْتَه،
وَلاَ حَاجَةً مِنْ حَوَائِجِ الدُّنْيَا وَاْلآخِرَةِ إِلاَّ قَضَيْتَهَا يَا
أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ.
رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ
لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ
رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيعُ
الْعَلِيمُ وَتُبْ عَلَيْنَا إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي
الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
وَآخِرُ دَعْوَانَا أَنِ الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ
الْعَالَمِيْن.
و السلام عليكم ورحمة
الله وبركاته