Chanel Youtube


Jangan Labeli Anak Kita Nakal: Perspektif QS Asy-Syams Ayat 8

 

Ilustrasi by Canva

Setiap anak yang lahir di muka bumi merupakan takdir Allah, tidak semata-mata dilahirkan begitu saja tanpa adanya eksistensi sebagai seorang manusia. Setiap bayi yang dilahirkan adalah bentuk dari kuasa serta wujud cinta dan kasih-Nya, dengan diberupakan karunia "ruh" yang ditiupkan kepada jasad pada masing-masing manusia, ruh-ruh itu kelak akan kembali lagi kepada sang pencipta-Nya, oleh sebab itu anak adalah amanah yang dititipkan Allah kepada kita.   Anak terlahir ibarat sebuah kertas putih serta lingkungan adalah hal yang akan mewarnainya, maka disinilah perlu di sadari peran kedua orang tua sangat berpengaruh pada pembentukan karakter anak. Dan untuk mewarnainya pun membutuhkan pengetahuan dalam mendidiknya.

Manusia yang hidup akan mengalami fase pertumbuhan, yang terdiri dari bayi, anak-anak, remaja, dewasa, hingga lansia. Fase anak-anak adalah rentang waktu usia 6-11 tahun, fase ini merupakan fase yang tepat untuk menanamkan nilai-nilai karakter kepada anak. Pada usia tersebut anak sudah bisa menangkap rangsangan dari lingkungan sekitar untuk berperilaku.

Sebagai orang tua, sering kita temui dibeberapa tempat ada anak usia dini yang berperilaku kurang baik, seperti memukul, berkata jorok, berbicara hal tabu, meludah ke temannya, membully, dan bersikap kurang pantas lainnya. Jika kita menemui anak dengan karakter yang seperti itu jangan terburu-buru memberinya label "Anak Nakal". Sebab apakah mereka benar-benar nakal?

Dalam suatu seminar bertemakan Bullying yang disampaikan oleh Psikolog Risa Rahmawati, M.Si menyampaikan bahwa,"Tidak ada anak yang nakal pada usia 6-11 tahun (pendidikan dasar), tidak ada anak yang nakal, sebab mereka bersikap seperti itu pasti ada yang ia tiru, jika ia berkata jorok pasti di lingkungannya ada yang berkata jorok, jika ia meludah ke temannya pasti di lingkungan sekitarnya ada yang berperilaku seperti itu, sebab anak usia dini dia adalah peniru ulung, apa yang dilihatnya itu yang akan ia lakukan". 

Anak usia dini dalam rentang usia di bawah 11 tahun mereka memahami segala sesuatu dengan indra sensoriknya, berbeda dengan orang dewasa yang menggunakan logika juga perasaannya. Ini sebabnya bahwa mereka mudah melakukan apa yang ia lihat, dan pada anak usia seperti itupun belum memahami mana perilaku yang dapat diterima masyarakat atau tidak, maka dari itu jika menemui perilaku kurang lebih seperti di atas, jangan langsung menghakimi hingga mengatakan "dasar anak nakal". Terkadang kita perlu melihat sikap mereka melalui sudut pandang mereka bukan sudut pandang orang dewasa, bisa juga coba kita pahami dengan memberikan pertanyaan, "apa kamu tahu yang kamu lakukan tadi adalah hal yang tidak baik?", karena sebagian dari mereka tidak paham apa yang dilakukan, baru kemudian kita beri penjelasan. Lantas bagaimana sikap sebagai orang tua jika menemui hal seperti di atas, apa kemudian cukup untuk memaklumi saja?

Allah berfirman dalam Al Quran Surat Asy-Syams: 8 yang berbunyi, Fa alhamaha Fujuuroha Wa Taqwaha yang artinya, "yakni Allah mengilhamkan kepada jiwa itu jalan kefasikan dan ketaqwaan", maka hakikatnya seorang anak dengan fitrahnya bisa saja berpotensi untuk melakukan hal yang fasiq (keburukan) dan ketaqwaan, maka melalui pendidikan adalah sarana untuk membentuk potensi baik itu.

Dari ayat diatas, dapat kita gunakan sebagai pegangan bagi orang dewasa untuk memberikan pendidikan yang baik kepada seorang anak, tidak serta merta membiarkan dengan dalih, "maklum masih anak kecil" akan tetapi di beri pengertian atas perbuatannya, sebab anak juga perlu tahu mana yang baik dan yang tidak.

Salah satu bentuk pendidikan karakter yang dapat kita ajarkan kepada anak usia dini adalah dengan menjadi uswah hasanah atau teladan baik. Dengan mencontohkan perilaku sehari hari yang baik kepada anak, tidak hanya sekedar ucapan dan nasihat saja yang keluar dari lisan orang tua, tetapi juga perilaku yang mencerminkan hal tersebut, sebagaimana ungkapan yang kita dengar bahwa buah jatuh tidak jauh dari pohonnya.

Menjadi manusia hakikatnya adalah untuk belajar, saat menjadi orang tua pun kita masih dituntut untuk belajar minimal untuk keluarga kita sendiri, karena  seorang dikatakan menjadi manusia jika memenuhi 4/4. jika ia memiliki tubuh yang sehat dan kuat maka ia menjadi 1/4 manusia, kemudian jika ia memilih tubuh yang sehat dan pengetahuan maka ia menjadi 2/4 manusia, jika ia memiliki tubuh yang sehat pengetahuan yang luas juga mampu menguasai diri ia menjadi 3/4 manusia, jika seseorang memiliki tubuh sehat, pengetahuan luas, mampu menguasai diri, serta kedalaman spiritual maka ia menjadi 4/4 atau yang disebut dengan manifestasi insan kamil.


Penulis : Syifa Oktania Elsa (GPAI SDN Wonokoyo 2)

Editor : Ahmad Afwan Yazid

Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url