Jangan Labeli Anak Kita Nakal: Perspektif QS Asy-Syams Ayat 8
Ilustrasi by Canva |
Setiap anak yang
lahir di muka bumi merupakan takdir Allah, tidak semata-mata dilahirkan begitu
saja tanpa adanya eksistensi sebagai seorang manusia. Setiap bayi yang
dilahirkan adalah bentuk dari kuasa serta wujud cinta dan kasih-Nya, dengan
diberupakan karunia "ruh" yang ditiupkan kepada jasad pada masing-masing
manusia, ruh-ruh itu kelak akan kembali lagi kepada sang pencipta-Nya, oleh
sebab itu anak adalah amanah yang dititipkan Allah kepada kita. Anak terlahir ibarat sebuah kertas putih
serta lingkungan adalah hal yang akan mewarnainya, maka disinilah perlu di
sadari peran kedua orang tua sangat berpengaruh pada pembentukan karakter
anak. Dan untuk mewarnainya pun membutuhkan pengetahuan dalam mendidiknya.
Manusia yang
hidup akan mengalami fase pertumbuhan, yang terdiri dari bayi, anak-anak,
remaja, dewasa, hingga lansia. Fase anak-anak adalah rentang waktu usia 6-11
tahun, fase ini merupakan fase yang tepat untuk menanamkan nilai-nilai karakter
kepada anak. Pada usia tersebut anak sudah bisa menangkap rangsangan dari
lingkungan sekitar untuk berperilaku.
Sebagai orang
tua, sering kita temui dibeberapa tempat ada anak usia dini yang berperilaku
kurang baik, seperti memukul, berkata jorok, berbicara hal tabu, meludah ke
temannya, membully, dan bersikap kurang pantas lainnya. Jika kita menemui anak
dengan karakter yang seperti itu jangan terburu-buru memberinya label
"Anak Nakal". Sebab apakah mereka benar-benar nakal?
Dalam suatu
seminar bertemakan Bullying yang disampaikan oleh Psikolog Risa
Rahmawati, M.Si menyampaikan bahwa,"Tidak ada anak yang nakal pada usia
6-11 tahun (pendidikan dasar), tidak ada anak yang nakal, sebab mereka bersikap
seperti itu pasti ada yang ia tiru, jika ia berkata jorok pasti di
lingkungannya ada yang berkata jorok, jika ia meludah ke temannya pasti di
lingkungan sekitarnya ada yang berperilaku seperti itu, sebab anak usia dini
dia adalah peniru ulung, apa yang dilihatnya itu yang akan ia lakukan".
Anak usia dini
dalam rentang usia di bawah 11 tahun mereka memahami segala sesuatu dengan
indra sensoriknya, berbeda dengan orang dewasa yang menggunakan logika juga
perasaannya. Ini sebabnya bahwa mereka mudah melakukan apa yang ia lihat, dan
pada anak usia seperti itupun belum memahami mana perilaku yang dapat diterima
masyarakat atau tidak, maka dari itu jika menemui perilaku kurang lebih seperti
di atas, jangan langsung menghakimi hingga mengatakan "dasar anak
nakal". Terkadang kita perlu melihat sikap mereka melalui sudut pandang
mereka bukan sudut pandang orang dewasa, bisa juga coba kita pahami dengan
memberikan pertanyaan, "apa kamu tahu yang kamu lakukan tadi adalah hal
yang tidak baik?", karena sebagian dari mereka tidak paham apa yang
dilakukan, baru kemudian kita beri penjelasan. Lantas bagaimana sikap sebagai
orang tua jika menemui hal seperti di atas, apa kemudian cukup untuk memaklumi
saja?
Allah berfirman
dalam Al Quran Surat Asy-Syams: 8 yang berbunyi, Fa alhamaha
Fujuuroha Wa Taqwaha yang artinya, "yakni Allah mengilhamkan
kepada jiwa itu jalan kefasikan dan ketaqwaan", maka hakikatnya
seorang anak dengan fitrahnya bisa saja berpotensi untuk melakukan hal yang
fasiq (keburukan) dan ketaqwaan, maka melalui pendidikan adalah sarana untuk
membentuk potensi baik itu.
Dari ayat diatas,
dapat kita gunakan sebagai pegangan bagi orang dewasa untuk memberikan
pendidikan yang baik kepada seorang anak, tidak serta merta membiarkan dengan
dalih, "maklum masih anak kecil" akan tetapi di beri pengertian atas
perbuatannya, sebab anak juga perlu tahu mana yang baik dan yang tidak.
Salah satu bentuk pendidikan karakter yang dapat kita ajarkan kepada anak usia dini adalah dengan menjadi uswah hasanah atau teladan baik. Dengan mencontohkan perilaku sehari hari yang baik kepada anak, tidak hanya sekedar ucapan dan nasihat saja yang keluar dari lisan orang tua, tetapi juga perilaku yang mencerminkan hal tersebut, sebagaimana ungkapan yang kita dengar bahwa buah jatuh tidak jauh dari pohonnya.
Menjadi manusia hakikatnya adalah untuk belajar, saat menjadi orang tua pun kita masih dituntut untuk belajar minimal untuk keluarga kita sendiri, karena seorang dikatakan menjadi manusia jika memenuhi 4/4. jika ia memiliki tubuh yang sehat dan kuat maka ia menjadi 1/4 manusia, kemudian jika ia memilih tubuh yang sehat dan pengetahuan maka ia menjadi 2/4 manusia, jika ia memiliki tubuh yang sehat pengetahuan yang luas juga mampu menguasai diri ia menjadi 3/4 manusia, jika seseorang memiliki tubuh sehat, pengetahuan luas, mampu menguasai diri, serta kedalaman spiritual maka ia menjadi 4/4 atau yang disebut dengan manifestasi insan kamil.
Penulis : Syifa Oktania Elsa (GPAI SDN Wonokoyo 2)
Editor : Ahmad Afwan Yazid